Dinamika perkembangan jaman yang sangat terpengaruh oleh kemajuan teknologi mendorong pembangunan kepariwisataan semakin membutuhkan pola adaptasi yang taktial di berbagai hal. Tak terkecuali tentang peraturan yang mengaturnya.
Pemerintah saat ini tengah menyiapkan rancangan revisi Undang - Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk merespon perubahan konsep / paradigma kepariwisataan secara global yakni dari mass tourism menjadi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan secara regeneratif.
Dari perspektif bisnis pariwisata, revisi UU Kepariwisataan merupakan momentum yang tepat dalam menata atau mengatur kembali industri pariwisata di tengah fenomena global yang berbasis digital. Dimana business shifting bukan hanya saja terjadi di internal industri pariwisata, namun juga membuka akses luas dan besar bagi business's new comer dari sektor lainnya ke dalam pariwisata. Fenomena global dimaksud dapat dijabarkan sebagai berikut :
1). Transformasi Pariwisata sebagai Trans-Sector
Merujuk pada Tourism Theory of Change (TToC) yang dirilis oleh The World Bank Group (2018) bahwa teori perubahan di pariwisata sangat berkaitan dengan pemahaman tentang alasan dan bagaimana suatu perubahan itu terjadi. Hasilnya mendorong stakeholders untuk berinovasi merespon perubahan tersebut. Pariwisata yang pada awalnya sebagai leading sector terhadap rantai pasok pendukung dan outputnya, kini menjadi posisi sentral pembangunan ekonomi di beberapa wilayah, termasuk Indonesia. Kondisi ini membutuhkan pengaturan baru dari aspek regulasi agar industri yang semakin diminati ini semakin dapat berkelanjutan.
Tourism Theory of Change (sumber : The World Bank Group, 2018)
2). Prinsip - Prinsip Keberlanjutan
Sebagai trans-sector industry maka isu global terkait Sustainable Development Goals (SDGs) semakin menjadi perhatian agar aspek bisnis tidak mematikan potensi dan prinsip keberlanjutan tersebut. Sebagai contoh terkait budaya dan tradisi, alam dan lingkungan, pengarusutamaan kaum perempuan, pelibatan kaum marginal / kurang mampu untuk mendapatkan kesempatan kerja, perlindungan anak, dan sebagainya. Kondisi ini membutuhkan pengaturan baru dari aspek regulasi agar isu-isu global tersebut terpetakan dengan baik dan industri pariwisata semakin memperhatikan prinsip keberlanjutan tersebut.
3). SDM Pariwisata Berdayasing Global
Destinasi pariwisata Indonesia yang terkenal di dunia membutuhkan sumber daya manusia pariwisata yang kompeten berstandar internasional. Ini menjadi peluang bagi lembaga pendidikan dan pelatihan kepariwisataan untuk mencetak SDM Pariwisata sesuai ketentuan yang diatur Pemerintah. Sehingga Indonesia ke depannya dapat menjadi episentrum pembangunan sumber daya manusia pariwisata di dunia. Kondisi ini membutuhkan pengaturan dari aspek regulasi agar pembangunan SDM Pariwisata memiliki standar kompetensi yang sama baik penerapan pada lembaga pendidikan dan pelatihan kepariwisataan, pengelolaan SDM Pariwisata pada usaha pariwisata serta peningkatan kapasitas masyarakat di destinasi pariwisata.
4). Regenerative Tourism Trend
Pariwisata regeneratif menjadi konsep penguatan dalam pembangunan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Konsep ini lebih advance dari sustainable tourism dimana konsep regeneratif memiliki keunggulan pada pemulihan / restorasi keunikan yang menjadi potensi suatu destinasi. Tujuannya adalah mengembalikan dan memperbaiki kondisi lingkungan, budaya, dan ekonomi destinasi pariwisata. Pendekatannya berpusat pada pemulihan dan regenerasi, dengan harapan meninggalkan destinasi yang lebih baik daripada kondisi awalnya. Kondisi ini membutuhkan pengaturan baru dari aspek regulasi untuk memastikan ekosistem pariwisata solid dan bersinergi dalam mengembalikan potensi yang otentik dan eksotik di destinasi pariwisata.
5). Pembangunan Kawasan Perdesaan
Community based tourism (CBT) merupakan fenomena global yang banyak digarap di berbagai negara. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di destinasi pariwisata ini mampu untuk meningkatkan kesejahteraan melalui penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta pelaku ekonomi kreatif. Pengembangan desa wisata menjadi euphoria di dunia bahkan UNWTO semakin gencar mengagendakan program tahunan UNWTO - World Tourism Village. Kondisi ini membutuhkan pengaturan baru dari aspek regulasi agar desa wisata di Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi dapat dikembangkan dengan baik dan bermanfaat secara berkelanjutan pada aspek kelembagaan, sosial budaya, lingkungan dan ekonomi. Kesadaran masyarakat di destinasi terhadap pariwisata tentunya dapat menguatkan popularitas destinasi yang berkualitas sehingga industri pariwisatapun bertumbuh kuat secara inklusif.
Tentu masih banyak lagi perspektif lainnya yang dapat dicermati terkait revisi UU Kepariwisataan ini. Harapan kita semua tentunya UU yang baru nantinya semakin banyak dalam mengatur upaya-upaya pembangunan kepariwisataan dari hulu ke hilir. Dari persiapan (SDM, DTW, regulasi, dll), proses (tata kelola, standarisasi usaha, dll), output (kepuasan wisatawan, PAD, kesejahteraan bangsa, dll) dan outcome (dampak, perencanaan perbaikan, dll). Semoga berkenan dan bermanfaat ! (12/5/2024)
Salam INSPIRASI,
KETUT SWABAWA