SUKU DAYAK IBAN ; PENJAGA HUTAN ADAT PERAIH EQUATOR PRIZE UNDP
Kalimantan menjadi jantung oksigen dunia dengan hamparan hutan di seluruh wilayahnya. Penduduk aslinya adalah suku dayak yang terdiri dari banyak komunitas. Salah satunya adalah Suku Dayak Iban di Sungai Utik. Tepatnya berada di Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu Kabupaten Kapuas Hulu. Berjarak sekitar 590km dari kota Pontianak di Kalimantan Barat, destinasi ini dapat dicapai dengan 1 jam penerbangan dari Bandara Supadio Pontianak atau selama 12 jam melalui perjalanan darat. Desa yang berbatasan dengan Sarawak Malaysia ini memiliki prestasi luar biasa di bidang pelestarian hutan.
Apai Janggut (kiri)
Adalah Apai Janggut, kakek tua yang kini berusia 93 tahun sebagai tokoh perjuangan suku Dayak Iban untuk menjaga hutan adat yang dihuni suku ini. Menjaga dengan merawat hutan, menanam pohon dan menjaga kebersihan di Sungai Utik sejak puluhan tahun oleh generasi ini dan bahkan ratusan tahun oleh generasi terdahulunya. Berhasil meraih Equator Prize dari UNDP serta Guibenken Award dari Portugal.
Dan pada bulan Agustus 2024 baru lalu, Masyarakat Suku Dayak Iban Sungai Utik menerima Sertifikat Lahan Ulayat untuk hutan adat seluas 9.400 hektar yang mereka jaga. Sertifikat diserahkan oleh Menteri ATR / Ketua BPN Agus Harimurti Yudhoyono dan diterima Kades Batu Lintang, Raymundus Remang. Ekowisata Sungai Utik yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dengan konsep pelestarian hutan dan budaya adat Iban, berhasil meraih predikat Juara 1 Kategori Daya Tarik Wisata di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2024 yang digelar Kementerian Pariwisata RI. Desa ini sebelumnya mendapatkan pendampingan dari Kemenpar RI dengan narasumber I Ketut Swabawa asal Bali yang ditugaskan melalui Direktorat Tata Kelola Destinasi yang menyelenggarakan program ADWI. Dalam kegiatan tersebut, Apai Janggut yang masih tampak sangat sehat dan tegar di usia senjanya menyampaikan kalimat sederhana ; "Lebih baik menjaga mata air daripada meneteskan air mata". Sebuah pilosophy sangat luar biasa dari seorang tokoh pejuang lingkungan.
Rumah Betang Panjae
Jika sudah berkunjung ke desa wisata Sungai Utik Batu Lintang ini, orang akan merasakan suasana yang berbeda. Bukan hanya unik karena hutan yang sangat alami dan begitu luas dengan keanekaragaman hayati dan sungainya yang bersih. Namun pengalaman menikmati budaya Suku Dayak Iban yang masih sangat kental dapat dirasakan di sini di tengah kemajuan jaman saat ini. Menginap di rumah Betang Panjae, memasak makanan khal lokal dan menyantapnya, menanam pohon di hutan sembari mendengarkan suara alam hutan yang asri dan organik, hingga menyusuri sungainya yang lebar dan sangat bersih dengan perahu sampan yang telah dilengkapi sarana keselamatan wisatawan.
Setiap tamu yang datang akan disambut dengan barisan anak-anak berpakaian adat Dayak, lalu digiring menuju Rumah Betang Panjae. Bangunan setinggi 1.5 meter dari tanah dengan panjang mencapai 216 meter ini dilengkapi bilik-bilik tersekat dihuni oleh 26 keluarga. Setelah mengikuti ritual memasuki rumah adat untuk keselamatan dan kesejahteraan, tamu diantar memasuki rumah dan diiringi tarian anak-anak suku Dayak dan suara gamelan gong khas dayak. Setelah tiba di tempat yang ditentukan di area Ruwae (sejenis ruang aula besar tempat berkumpul para keluarga), tamu disambut oleh ketua adat dan disuguhkan makanan khas lokal sembari menikmati anak-anak bernyanyi. Lagu yang dibawakan sarat penuh makna, tentang leluhur yang menjaga hutan adat dan sungai, diwariskan ke generasi muda dan dijaga untuk berkelanjutan kehidupan suku dayak Iban.
Yulius Kelabo (kiri), Ketut Swabawa (tengah), Raymundus Remang (kanan)
Keberhasilan Sungai Utik Desa Batu Lintang dalam prestasi meraih predikat juara di ajang ADWI 2024 tidak terlepas dari perjuangan gigih tokoh muda yang memimpin Pokdarwis, bernama Yulius Kelabo. Pria cerdas yang akrab dipanggil Bet ini tidak pantang menyerah untuk mendaftarkan desanya di ADWI dengan kondisi tidak tersedianya internet yang baik di desanya. "Para orang tua dan nenek moyang kami berjuang lebih susah lagi daripada kami sejak ratusan tahun lalu, kami harus hormati itu dan lanjutkan perjuangan mereka. Dengan segala cara kami ajak semua warga bersatu, menunjukkan komitmen yang kuat bahwa kami orang desa di daerah terpencil memiliki potensi yang mampu bersaing dengan desa lainnya." Ditambahkan pula oleh Bet bahwa dirinya tidak bekerja sendiri, semua tim terlibat dengan bimbingan para tetua, tokoh adat dan pemerintah desa juga.
Raymundus Remang sebagai Kepala Desa menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya kepada Kemenparekaf RI atas perhatian yang diberikan selama pendampingan ADWI 2024. "Kami merasa sangat terhormat dengan lokasi sangat jauh namun tidak menjadi halangan untuk mengirimkan pendamping yang sangat baik dan berpengalaman. Kami belajar banyak sekali dari Pak Ketut Swabawa asal Bali." kata Kades yang tinggal bersama warganya di rumah adat "Rumah Betang Panjae"
Di acara penganugerahan juara ADWI 2024 di TMII Jakarta
Persiapan memasuki hutan adat
Menyusuri hutan adat dan menanam bibit pohon bersama warga
Program pengembangan desa wisata semakin terbukti mampu untuk mengangkat potensi daerah walaupun berlokasi di wilayah pelosok sekalipun. Manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat berupa pelestarian potensi alam - budaya - tradisi serta peluang mendapatkan manfaat ekonomi untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Yuk jangan pernah lelah membangun desa kita, seperti motivasi dari Bapak Bangsa kita, Dr. Mohammad Hatta yang mengatakan "Indonesia bukan terang dari cahaya obor di Jakarta, namun karena nyala lilin-lilin di desa".
Salam INSPIRASI,
KETUT SWABAWA