NASIB DESA WISATA
DI TENGAH EFISIENSI ANGGARAN PEMERINTAH
Desa Wisata yang berbasis pembangunan kepariwisataan berbasis masyarakat (community based tourism) mampu membuka akses bagi masyarakat desa menuju permukaan dengan pemberdayaan potensi yang dimiliki.
Program pengembangan desa wisata yang selama ini diluncurkan pemerintah baik pusat maupun daerah tampaknya akan mengalami pergeseran dalam jenis program akibat adanya efisiensi anggaran.
Ada dua pertanyaan yang muncul dari para pegiat desa wisata dan sering muncul di media sosial :
1). Apakah kami harus hentikan program ini karena kami baru merintis dan tidak tahu langkah selanjutnya ?
Hal ini menjadi kekhawatiran semua pihak tentunya mengingat kapasitas SDM di desa wisata sejak awal memang belum memadai terkait pengembangan desa wisata. Tahapan pengembangan yang meliputi tingkat rintisan - berkembang - maju dan mandiri terdiri dari indikator proses dan capaian tertentu. Khusus untuk kategori rintisan, aspek kelembagaan, pemetaan potensi, penyusunan produk wisata dan perencanaan program kerja menjadi indikator utamanya. Untuk menuju kategori berkembang, desa wisata masih membutuhkan pendampingan agar mampu terkelola dengan baik sehingga berhasil mencapai hal-hal sebagai berikut :
Kelembagaan yang kuat, solid dan harmonis dengan stakeholders yang ada di desa.
Kualitas destinasi, aktifitas dan produk wisata yang baik sesuai penerapan SOP dan Kode Etik Wisata yang telah dimiliki.
Manfaat positif yang dirasakan oleh pengelola, pelaku dan pemilik daya tarik wisata serta manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di desa baik secara langsung maupun tidak langsung.
Upaya pelestarian potensi desa yang dikembangkan menjadi desa wisata semakin kuat, meliputi budaya, alam dan adat sehingga tidak terancam keberadaannya akibat pengembangan desa wisata.
Peningkatan kunjungan wisatawan dan pengembangan produk wisata di desa sehingga semakin menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat dan desa melalui kewirausahaan, lapangan kerja, pemberdayaan sektor industri kreatif serta hal positif lainnya.
2). Darimana kami mendapatkan pengunjung sementara kegiatan study tour dan kegiatan pemerintahan juga dibatasi ?
Di sini pentingnya penerapan dari pelatihan-pelatihan pengembangan desa wisata yang telah didapatkan pada tahapan desa wisata rintisan. Di antaranya Inovasi Produk Wisata, Pemasaran Digital, Kerjasama Kemitraan, Resiliensi Desa Wisata selain pengetahuan dasar seperti Sapta Pesona, Pelayanan Prima dan Manajemen Konflik. Dengan penerapan dan pengelolaan yang baik, market segment bisa diarahkan ke potential market dengan menawarkan unique selling point yang dimiliki setiap desa sesuai keunggulan kearifan lokal.
Resiliensi Desa Wisata selain di bidang lingkungan, adat dan budaya juga diterapkan dalam aspek tata kelolanya. Terkait isu menurunnya jumlah kunjungan akibat pembatasan dan/atau larangan study tour di sekolah, pengelola desa wisata perlu melakukan shifting pasar utamanya dari wisata edukasi ke konsep wisata pengalaman atau Experiential Trip. Motivasinya adalah pengelolaan yang inovatif dan adaptif, sehingga kreatifitas dalam menerapkan strategi pemasaran sesuai market yang ada akan dapat mewujudkan resiliensi desa wisata dari aspek keberlanjutan kelembagaan atau pengelolaan. Desa wisata menjadi dikenal oleh market yang sesuai, sehingga dapat menjadi lead magnet dan akhirnya akan diminati atau demandable. Dengan metode business landscape hal ini dapat menggarap blue ocean strategy dan tidak terjebak berlama-lama di red ocean yang kurang menguntungkan saat ini.
BAGAIMANA TIPS AGAR DESA WISATA RINTISAN MAMPU BERTAHAN ?
1) INTENSIFIKASI PRODUK WISATA
Kuatkan produk dan aktifitas wisata yang dimiliki dengan spesifikasi yang jelas dan tampilkan highlight keunggulannya. Lalu dikembangkan dengan konsep itinerary sehingga wisatawan dapat terlibat dalam aktifitas yang ditawarkan. Keunggulan kekhasan seperti nilai kearifan lokal dijadikan nilai tambah yang mengesankan.
2) PEMASARAN DIGITAL YANG LEBIH KREATIF
Selain saluran pemasaran digital yang lebih beragam dan sesuai market segment, aspek konten kreatif sangat penting diperhatikan dengan memasukkan konsep storynomic. Yaitu mengajak audiens larut dalam narasi cerita baik dalam tulisan maupun video sehingga semakin tertarik untuk menikmati produk dan aktifitas wisata yang ditawarkan di desa. Contohnya seperti trekking, gastronomi dan lainnya.
3) CIPTAKAN PENGALAMAN YANG MENGESANKAN
Berinteraksi dengan wisatawan secara baik, komunikatif dan sopan. Pastikan kualitas produk dan pelayanan yang terbaik sehingga kesan positif dapat dirasakan wisatawan. Hal ini akan mendorong wisatawan untuk memberikan recommendation melalui postingan photo dan testimoninya baik secara langsung maupun melalui media sosial. Selain itu desa wisata wajib memiliki produk cinderamata yang dapat dijadikan oleh-oleh dan kenangan bagi wisatawan yang berkunjung. Artinya pelaku industri kreatif (fesyen, kuliner, seni kerajinan dan lainnya) juga terbantu untuk mendapatkan kesempatan berusaha dan nilai ekonomi. Di era society 5.0 yang berbasis human centric ini, wisatawan mengharapkan untuk lebih diperhatikan atau diupayakan untuk disediakan hal - hal yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhannya selama di destinasi wisata termasuk ketika berkunjung di desa wisata.
Apakah Sebaiknya Desa Wisata Tetap Dikelola ?
Ya benar sekali ! Desa Wisata sebaiknya tetap dikelola sesuai komitmen sejak awal yakni untuk melestarikan potensi yang dimiliki desa (alam, budaya, nilai kearifan lokal) dan memberdayakannya untuk menciptakan gerakan ekonomi di desa. Waktu, tenaga dan dana yang telah dikeluarkan selama ini jangan sampai sia-sia. Dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki selama ini sudah cukup untuk dikembangkan menjadi lebih kreatif menuju resiliensi desa wisata dari aspek kelembagaan, lingkungan serta potensi yang dimiliki. Melalui inovasi produk wisata dan pemasaran digital, maka kendala atau tantangan yang dihadapi saat ini yakni terbatasnya bahkan dihentikannya program study tour sekolah dan kegiatan pemerintahan di destinasi akan dapat dicarikan alternatif solusinya. Yakni merubah pangsa pasar dari siswa sekolah ke pangsa pasar keluarga dan wisatawan umum. Keunggulan kompetitif yang dimiliki secara khas oleh desa wisata merupakan destinasi yang sangat diminati pada trend kepariwisataan saat ini dan ke depannya. Seperti NEWA Tourism yang berbasis alam (nature), pengalaman (experience), kebugaran (wellness) dan petualangan (adventure). Demikian juga konsep FOMO (fear of missing out) yang berbasis kekhawatiran akan kehilangan kesempatan kini bertransformasi menjadi JOMO (joy of missing out). Wisatawan lebih mengharapkan dapat menikmati kesempatan dengan lebih baik dan berkualitas untuk mendapatkan pengalaman yang unik dan mengesankan.
Dan DESA WISATA memiliki itu semuanya, semangat yaa... Majulah Desa Wisata di Indonesia !
Salam INSPIRASI,
Ketut SWABAWA