TRANSFORMASI GERAKAN SADAR WISATA DALAM MENGUATKAN PARIWISATA YANG BERKUALITAS DAN BERKELANJUTAN
Indonesia berhasil melalui masa pemulihan ekonomi dengan sangat baik pasca pandemi COVID-19 lalu. Banyak pihak mengakui bahwa sektor pariwisata merupakan penyelamat ekonomi bangsa saat itu, seiring mulai dibukanya pembatasan mobilitas masyarakat suatu wilayah dan bertumbuhnya desa wisata karena masyarakat setempat berupaya melakukan kegiatan secara lokal dalam memberdayakan potensi yang dimilikinya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi juga memegang peranan sangat penting dalam membangkitkan ekonomi.
Gerakan Sadar Wisata (Darwis) pada awalnya lahir dalam rangka menyambut program Visit Indonesia Year 1991. Sebuah program perdana bagi Indonesia dalam menggarap industri pariwisata secara utuh, sejalan dengan upaya untuk menyambut Visit ASEAN Year 1993 (program pariwisata regional anggota negara ASEAN). Secara prinsip Gerakan Sadar Wisata yang pertama kali diatur melalui Kepmenparpostel No. KM.5/UM.209/MPPT-89 tertanggal 18 Januari 1989 tentang penyelenggaraan Sapta Pesona dapat dikatakan sebagai salah satu pondasi pembangunan kepariwisataan di Indonesia. Karena di dalamnya menyentuh aspek pembangunan kualitas sumber daya manusia agar siap menjadi tuan rumah yang baik di suatu destinasi pariwisata. Lebih hebatnya lagi bahwa Gerakan Sadar Wisata dengan substansi penerapan Sapta Pesona dapat diterapkan hingga ke berbagai lapisan masyarakat selain utamanya bagi pekerja pariwisata formal sebagai bagian dari industri dan aspek bisnis usaha.
Kita semua harus mengingatkan dan mengangkat terus konsep Gerakan Sadar Wisata di segala dimensi pembangunan kepariwisataan Indonesia. Seiring perjalanan waktu yang hingga kini telah berjalan jelang 35 tahun (sejak diluncurkan pertama kali tahun 1989), dibutuhkan proses adaptasi sesuai dinamika perkembangan jaman. Perjalanan lintas generasi ini membutuhkan Gerakan Sadar Wisata yang terkinikan, termasuk di era saat ini ; society 5.0.
Kampanye Sadar Wisata 5.0 sebagai program strategis peningkatan kapasitas SDM masyarakat di desa wisata yang diluncurkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui Direktorat Pengembangan SDM Pariwisata pada Deputi Sumber Daya dan Kelembagaan merupakan terobosan yang inovatif dan mampu mengkolaborasikan semua unsur pentahelic kepariwisataan sebagai upaya adaptasi pada 3 aspek utama ; 1) pemberdayaan potensi lokal baik SDM dan SDA; 2) akselerasi pembangunan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat; dan 3) penerapan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan dalam skala mikro yang lebih resilient dan bermanfaat jangka panjang. Dengan istilah lain; pembangunan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan ini sangat sering diwacanakan dan diprogramkan pada berbagai kesempatan dan program, penerapannya di desa wisata dapat menjadi suatu laboratorium praktek dan sarana konservasi dengan key-metric yang jelas, well-monitored dan didukung penuh secara permanen oleh masyarakat setempat yang sebagian besar adalah penghuni dan ‘pemilik’ desa wisata itu sendiri. Bukan tidak mungkin, dengan jumlah yang terdata baru sebanyak 4.753 desa wisata di website www.jadesta.kemenparekraf.go.id (diakses pada 29/11/2023 pukul 07:15 WITA) dari 81.616 desa yang ada di Indonesia (sumber data : www.bps.go.id diakses pada 29/11/2023 pukul 20:30WITA) maka desa wisata ke depannya adalah salah satu role model pembangunan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
Hal tersebut lebih meyakinkan lagi dengan dorongan program Kampanye Sadar Wisata 5.0 yang bukan hanya berfokus pada pelatihan dan sosialisasi Sapta Pesona dan Pelayanan Prima namun telah diperkaya dengan berbagai kegiatan dan materi yang relevan sesuai pemenuhan suatu “industri’ dan ‘destinasi’. Sesuai dimensi pengembangan destinai melalui konsep 3A (aksesibilitas, atraksi, amenitas) program KSW 5.0 memuat program pelatihan SDM meliputi : penguatan kelembagaan dan diseminasi, penyusunan proposal, membangun hubungan dan kemitraan, kewirausahaan, pemasaran konvensional dan digital, penyusunan dan pembuatan paket wisata dan produk wisata, standarisasi pelayanan dan produk homestay dan kuliner serta lainnya. Semua program tersebut dibalut nilai kearifan lokal setempat yang meliputi alam / lingkungan, seni – budaya – tradisi, hingga pelestarian dan edukasi peninggalan sejarah (heritage). Terdapat pula penguatan pemahaman dan praktek wisata hijau dan ramah lingkungan, konsep gastronomi untuk peningkatan kualitas kuliner lokal, wawasan / pemahaman pariwisata berkelanjutan, pelibatan kaum perempuan – penyandang disabilitas – kaum marjinal, perlindungan terhadap anak dan perempuan serta penanganan dan pengelolaan sampah berbasis sumber.
Berbeda dengan konsep dan formasi pengembangan desa wisata lainnya, Kampanye Sadar Wisata 5.0 memilik formulasi tahapan sosialisasi, pelatihan, pendampingan, penilaian dan penghargaan. Bukan hanya pada tahap sosialiasi atau pelatihan saja, atau bukan juga hanya pada identifikasi dan penilaian saja. Rangkaian programnya secara simultan untuk mengukur progress dan proses. Hasil akhirnya adalah terwujudnya desa wisata yang tangguh, berkualitas dan berkelanjutan. Transformasi Gerakan Sadar Wisata di era society 5.0 ini dapat meningkatkan minat masyarakat di destinasi untuk menerapkannya karena ada optimisme akan manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat secara berkelanjutan dalam aspek pelestarian potensi lokal (termasuk adat – budaya – tradisi – alam) dan aspek ekonomi (lapangan kerja, peluang usaha, pendapatan masyarakat dan PADesa).
Apa dampaknya bagi industri pariwisata ?
Pelaku usaha pariwisata merasa sangat terbantu dengan program KSW 5.0 dimana mulai terbentuknya kesadaran pariwisata yang utuh dan bermanfaat bagi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di desa yang merupakan bagian dari destinasi pariwisata. Desa wisata yang berkualitas dapat menambah daya tarik wisata (atraksi) di destinasi, mampu menampilkan kearifan lokal secara otentik yang kompetitif dalam produknya (amenitas) dan memperpanjang masa tinggal wisatawan di destinasi (aksesibilitas). Selain itu dapat meningkatkan level kepuasan wisatawan di destinasi, bukan hanya di sektor industri atau tempat usaha pariwisata konvensional saja. Serta optimisme membangun pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan secara utuh di destinasi tentunya.
Salam INSPIRASI,
KETUT SWABAWA