Sumber Gambar : Freepik
MEMBANGUN MEREK (BRAND DEVELOPMENT) PADA BISNIS PARIWISATA
Setiap perusahaan memiliki produk yang ditawarkan baik dalam bentuk pisik (barang) maupun non-pisik (jasa/pelayanan). Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2012: 248) ; produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan atau konsumsi untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan.
Apapun jenis produk tersebut tentunya memiliki identitas yang melekat padanya, disebut sebagai ‘merek’ atau brand. Brand inilah yang menjadi top of mind konsumen dan public yang mewakili kualitas, karakter / spesifikasi, manfaat dan sebagainya dari sebuah produk. Dalam bisnis pariwisata, merek juga menjadi prestige yang dapat mendukung keberlangsungan usaha / bisnis. Berbeda dengan industri konvensional yang berfokus pada produk secara pisik (seperti industri perdagangan, otomotif, dan lainnya), industri pariwisata mengkombinasikan dua aspek yakni produk dan pelayanan sebagai entitas yang menentukan brand positioning, customer loyalty, company profitability dan business sustainability.
Nah, bagaimana kita membangun merek di bisnis pariwisata kita? Berikut ini dijelaskan pengenalan terkait membangun merek dengan beberapa substansi seperti kesadaran merek (brand awareness), kesetiaan merek (brand loyalty), identitas merek (brand identity) dan aktivasi merek (brand activation). Namun sebelumnya mari kita perjelas kembali keberadaan merek secara prinsip di industri pariwisata. Bahwa setiap bisnis memiliki yang namanya merek perusahaan (corporate brand) atau berupa merek induk dan merek produk (product brand) atau berupa merek turunan / substansi. Keduanya bersifat intangible dan sangat penting dijaga kredibilitasnya. Sebagai contoh di industri perhotelan terdapat Accor, Archipelago, Marriot dan lainnya sebagai corporate brand dan Mercure, Ibis, Aston, Fave, Sheraton, W Hotels dan lainnya sebagai merek substansi sesuai karakteristik dan spesifikasi produk yang ditawarkan.
Lebih lanjut juga kita dapat memperdalam teori Philip Kotler (1997: 13) yang mendeskripsikan merek sebagai tanda, nama, istilah, desain, simbol ataupun campuran komponen-komponen yang mengidentifikasikan produk dan/atau jasa yang dihasilkan suatu perusahaan bisnis. Identifikasi ini bermanfaat untuk membedakan suatu produk dengan yang lainnya.
Rangkuti (2002) menuliskan elemen-elemen yang dimiliki oleh merek meliputi :
Nama merek ; bagian yang dapat diucapkan. Sebagaimana produk tidak akan dikenal oleh publik tanpa adanya sebuah nama.
Tanda merek : bentuk yang terlihat, berupa lambang (logo), spesifikasi warna dan desain huruf (font).
Merek dagang : bentuk hak kekayaan intelektual yang dapat dikenali untuk mengidentifikasi produk dan/atau layanan yang didistribusikan ke pasar. Ini akan melindungi pemilik merek atau penjual secara hukum sesuai hal yang dimilikinya untuk menggunakan nama merek tersebut.
Hak karya cipta ; dikenal dengan istilah copyright yaitu hak istimewa yang dilindungi Undang – Undang untuk melakukan produksi, penerbitan dan penjualan.
Sedangkan menurut Kotler (2005: 82), merek atau brand dapat menjadi simbol dari keenam elemen yang meliputi atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pengguna.
Dari beberapa jenis merek atau brand yang lumrah dikenal selama ini, kita dapat kenali penerapannya di bisnis pariwisata seperti :
a. Product branding ; yaitu kemampuan suatu produk pariwisata untuk membuat wisatawan memilih produk tersebut. Ini sama halnya seperti istilah ‘top of mind product’. Misalnya nama tempat rekreasi yang terkenal karena keunikan yang ditawarkan sehingga selalu ramai dikunjungi wisatawan.
b. Personal branding ; yaitu kemampuan figur seseorang yang ditokohkan karena keahlian maupun prestasinya untuk membuat wisatawan memilih merek tersebut. Misalnya untuk meramaikan acara malam tahun baru di suatu hotel, manajemen mengundang artis terkenal untuk tampil menghibur di acara tersebut.
c. Corporate branding ; yaitu kemampuan reputasi perusahaan induk beserta seluruh jajarannya hingga level karyawan untuk membuat wisatawan memilih merek tersebut. Misalnya perusahaan yang bergerak pada berbagai sektor di industri pariwisata akan mendapatkan kepercayaan tinggi dari wisatawan untuk membeli paket wisata mulai tiket penerbangan, tur wisata, penginapan, aktifitas wisata dan lainnya.
d. Geographic branding ; yaitu kemampuan potensi wilayah / daerah untuk membuat wisatawan memilih merek tersebut. Misalnya ketika menyebutkan nama suatu destinasi pariwisata maka merek tempat wisata / hotel / restoran itu yang muncul.
e. Cultural branding ; yaitu kemampuan pengembangan dan perhatian perusahaan pada aspek lingkungan dan nilai berkelanjutan untuk membuat wisatawan memilik merek tersebut. Misalnya suatu restoran yang berkomitmen untuk menerapkan pola asuh bagi petani di desa sekitar untuk menyerap hasil pertanian, perkebunan dan peternakan menjadi bahan olahan di restorannya disertai pendampingan, pembinaan, bantuan hibah sosial berkelanjutan maka publik akan mengapresiasi upaya tersebut dan selalu mengingatnya.
Berikut ini konsep membangun merek pada bisnis pariwisata :
a. Brand identity
Hal pertama kali yang harus dimiliki untuk membangun merek adalah identitas, terdiri dari nama, logo dan nilai. Identitas mewakili reputasi suatu produk dan/atau perusahaan termasuk keunggulannya sehingga harus ditetapkan sebaik mungkin sejak awal. Selain sebagai nama, identitas juga merupakan sebuah reputasi. Kesalahan menentukan identitas bisa menyebabkan kegagalan untuk mendapatkan konsumen. Sebagai contoh hotel yang berlokasi di perbukitan dengan pemandangan lembah dan sawah namun logo mereknya bergambar ombak dan orang berselancar maka akan memberi kesan membingungkan, tidak dapat dipercaya atau tidak memiliki manajemen yang baik. Penggunaan pola bentuk juga memiliki makna tersendiri misalnya logo berbentuk bulat simbol keutuhan, keberlanjutan dan kesempurnaan mungkin cocok untuk usaha pariwisata bidang perjalanan wisata, wellness dan sebagainya. Demikian juga segi empat simbol kokoh, tegas dan terstruktur. Sementara bentuk segitiga simbol dinamis dan petualangan cocok untuk usaha atraksi wisata. Untuk lebih jelasnya mungkin sebaiknya menambah referensi lebih banyak lagi dari berbagai sumber lainnya untuk mendapatkan makna yang lebih sesuai dengan selera masing-masing,
b. Brand awareness
Selanjutnya manajemen harus memastikan bahwa publik memiliki kesadaran akan adanya merek produk wisatanya. Manajemen melakukan upaya pemasaran yang terstruktur dan terarah sesuai pangsa pasar yang dibidik dengan memperhatikan media pemasaran (channel distribution), jadwal pemasaran (time schedule), konten pemasaran (artwork design and description), dan lainnya. Dilakukan berulang-ulang dengan evaluasi bertahap sehingga publik mudah mengingat keberadaan merek. Salah satu contoh yang dapat diterapkan misalnya pada usaha pariwisata jenis rumah makan agar melakukan promosi pada media yang tepat (misalnya di aplikasi tiktok yang sedang viral saat ini), waktu yang tepat (mendekati jam makan siang/malam, menjelang waktu liburan dan weekend), konten yang sesuai (topik romantis untuk promosi Valentine diner, promo diskon untuk menu baru, foto artis saat ada live music dan sebagainya).
c. Brand loyalty
Tahapan ini adalah posisi dimana konsumen telah memiliki keterikatan pada suatu merek. Kesetiaan merek ini bisa tercipta karena tingkat kepuasan konsumen selalu tinggi, upaya manajemen dalam melakukan promosi sangat kreatif dan konsisten, selalu menawarkan hal baru dengan nilai tambah yang menarik dan sebagainya. Penerapannya di bisnis pariwisata dapat dimulai dengan memastikan seluruh tamu mendapatkan pelayanan terbaik sehingga selalu merasa puas (zero complaint), menyediakan program istimewa bagi repeater guests (recognition program) misalnya free upgrade room untuk 3rd visit, guaranteed lowest room rate or discounted rate for club member, dan sebagainya.
d. Brand activation
Sampai di aktivasi merek ini sebenarnya merek telah memiliki posisi yang baik, namun belum tentu tepat dan/atau sempurna. Sebagai contoh ada suatu hotel sangat terkenal karena berjejaring internasional (brand identity), mudah didapatkan karena tersedia di berbagai kota (brand awareness), bahkan repeater guests cukup banyak (brand loyalty) namun terkadang masih ada beberapa atau 1-2 testimoni / komentar tamu yang negatif. Bisa saja terjadi akibat adanya kesalahpahaman komunikasi, penyebab eksternal (noise dari tetangga, internet lumpuh total dari provider, dll). Maka manajemen perlu meneruskan upaya membangun merek ini dengan melakukan aktivasi merek, yakni membuka akses komunikasi dengan publik termasuk kepada tamu yang telah check out. Secara kognitif, aktivasi merek dapat mempertajam pengetahuan dan kesadaran tamu yang menginap pada merek. Secara afektif aktivasi merek ini dapat mengatasi atau menjadi solusi dalam kesalahpahaman terhadap merek yang terjadi. Sementara secara konatif aktivasi merek dapat menguatkan ingatan tamu terhadap merek walaupun pernah kecewa akibat suatu kesalahan.
Dari 4 konsep membangun merek di atas maka secara otomatis kita dapat rumuskan tujuan yang juga sekaligus manfaat dalam membangun merek pada bisnis pariwisata yaitu :
a. Menentukan dan menunjukkan pembeda merek kita dengan kompetitor.
b. Menjadi media promosi dan memberikan nilai tambah sebagai daya tarik.
c. Strategi untuk mengendalikan pasar dan persaingan.
d. Membangun citra dan reputasi perusahaan.
Demikian ulasan mengenai Membangun Merek pada Bisnis Pariwisata, semoga bermanfaat.
Salam INSPIRASI,
KETUT SWABAWA